Halonusantara.id, Samarinda – Bisa kita lihati banyak sekali kasus-kasus hubungan industrial yang terjadi, Pengusaha sebagai pihak yang memberikan pekerjaan dan upah tidak jarang dilaporkan oleh para pekerjanya terkait permasalahan hubungan industrial, seperti pemutusan hubungan kerja secara sepihak, pemberian upah yang dinilai tidak sesuai, tidak dipenuhinya hak-hak pekerja dan permasalahan sejenis lainnya.
Ketidakharmonisan hubungan industrial perlu segara ditindaklanjuti dan diselesaikan karena dapat menimbulkan dampak negatif baik bagi perusahaan maupun pekerja itu sendiri.
Jika di cermati terdapat dualisme regulasi, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 dan Permenaker Nomor 18 Tahun 2022. Hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum, pemerintah perlu bertindak cermat dalam memberikan kepastian hukum dan hierarki norma kebijakan untuk menghindari benturan kepentingan antara pengusaha dan pekerja.
Untuk kedepannya, sangat penting bagi pengusaha atau perusahaan untuk mendanakan kompensasi pascakerja sejak dini. Uang pesangon jadi masalah karena selama ini perusahaan tidak mendanakannya atau tidak dipisahkan dari sistem keuangan perusahaan. Sebagai solusi, sudah waktunya pengusaha atau perusahaan memanfaatkan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) sebagai sarana pendanaan kompensasi pascakerja.
Baik untuk membayar Uang Pesangon (UP), Uang Penggantian Hak (UPH), Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) pekerja manakala terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Dengan begitu, bila sewaktu-waktu, pengusaha “terpaksa” harus mem-PHK pekerja maka uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja untuk pekerja sudah tersedia dan tinggal dibayarkan.
Pengusaha atau perusahaan mestinya juga memperhatikan alasan dan prosedur dalam melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), Kemnaker dan dinas ketenagakerjaan kabupaten/kota harus memastikan hasil audit perusahaan yang dilakukan oleh akuntan publik sesuai dengan kondisi riil perusahaan. Selain itu, Kemnaker dan Disnaker kabupaten/kota harus mengawasi kontrak kerja, Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan peraturan perusahaan.
Pemenuhan hak pekerja/buruh sebaiknya diletakkan dalam konteks yang lebih luas. Jika yang menjadi masalah adalah bagaimana peran dalam mengoptimalkan pemenuhan hak pekerja/buruh atas upah yang layak pekerja/buruh secara keseluruhan (bukan hanya tugas Pengawas dan Mediator Hubungan Industrial), maka fokus utama mestinya diarahkan bagaimana komitmen pemerintah daerah dalam koordinasi teknis lintas sektor dilingkungan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait, sehingga bidang ketenagakerjaan juga dianggap penting.
Mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan sesuaidengan nilai-nilai Pancasila menjadi salah satu tantangan oleh berbagai pihak saat ini. Peran pekerja, pengusaha atau perusahaan sebagai pemilik modal ataupun pemerintah mestinya harus saling bersinergi dalam mengahadapi masalah hubungan perindustrian sekarang ini.