Halonusantara.id, Samarinda – Pemerataan pendidikan di Kota Samarinda kembali menjadi sorotan. Anggota Komisi IV DPRD Samarinda, Anhar, menilai bahwa distribusi anggaran pendidikan yang timpang antara wilayah pusat kota dan kawasan pinggiran semakin memperlebar kesenjangan kualitas pendidikan.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Samarinda tahun 2025, sektor pendidikan mendapatkan alokasi sebesar Rp317 miliar. Namun, hanya sekitar Rp10 miliar yang dialokasikan untuk wilayah Palaran. Dana tersebut digunakan untuk membangun satu sekolah dasar dan satu sekolah menengah pertama.
“Bandingkan dengan pembangunan di pusat kota seperti SMP 16 yang menelan puluhan miliar. Ini bukan lagi ketimpangan kecil, ini ketidakadilan nyata,” tegas Anhar.
Ia mengungkapkan bahwa kebutuhan pendidikan di wilayah pinggiran, seperti Palaran, jauh lebih mendesak. Sejumlah sekolah seperti SMP 50 masih mengalami kekurangan ruang kelas, minim fasilitas, hingga kondisi gedung yang nyaris tidak layak.
Menurutnya, ketimpangan fasilitas pendidikan juga menjadi akar persoalan dalam pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) setiap tahun. Ketika hanya segelintir sekolah memiliki fasilitas yang memadai, para orang tua berlomba-lomba mendaftarkan anak mereka ke sekolah favorit, meskipun harus menempuh jalur yang tidak resmi.
“PPDB bukan hanya soal sistem pendaftaran. Akar masalahnya adalah ketidakmerataan kualitas sekolah. Kalau semua sekolah bagus, masyarakat pasti memilih sekolah yang dekat rumah,” ujarnya.
Anhar pun menilai bahwa fenomena suap dalam PPDB adalah buah dari keputusasaan orang tua terhadap sistem pendidikan yang tidak merata.
“Kalau ada yang menyuap demi kualitas pendidikan yang lebih baik, itu bentuk keputusasaan. Pertanyaannya, kenapa dari dulu tidak kita ratakan kualitas sekolah?” tutupnya. (Eby/Adv)

