Halonusantara.id, Samarinda – Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Kaltim bersama Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa DPMD kabupaten se Kaltim melakukan kunjungan untuk melihat keberadaan Masyarakat Hukum Adat (MHA) di Ammatoa Kajang Desa Tana Towa, Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan beberapa waktu lalu.
Kunjungan bertajuk studi pintar tersebut merupakan tindak lanjut Rapat Kerja Teknis (Rakertek) Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat se Kaltim yang dilaksanakan dalam rangka upaya percepatan pemberian pengakuan dan perlindungan MHA di Provinsi Kaltim.
“DPMPD melakukan fasilitasi Studi Cerdas MHA untuk melihat pembinaan MHA dalam rangka percepatan pengakuan, perlindungan, dan pemberdayaan MHA di Kaltim,” ungkap Kepala DPMPD Kaltim Anwar Sanusi di Samarinda saat dikonfirmasi, Jum’at (1/12/2023).
MHA Ammatoa Kajang menjadi lokasi studi pintar karena menjadi MHA pertama diakui sejak Maret 1999. MHA ini memiliki wilayah, masyarakat, dan adatnya MHA Ammatoa Kajang dinilai sangat menjaga adat istiadatnya dalam keseharian. Diantarannya masih hidup sederhana belum menggunakan fasilitas kehidupan modern seperti belum ada listrik, tidak menggunakan handphone.
Dalam menjalankan adat istiadat, kepala adat dibantu menteri-menteri yang bertugas mengurus pertanahan perikanan dan lainnya. Bahkan ada intelegen yang bertugas menggali informasi kehidupan luar sehingga biarpun hidup jauh dari kota tapi tahu kehidupan luar.
Adat istiadat lain yang masih dipelihara pola hidup masyarakat bergiliran memanfaatkan lahan untuk pengembangan pertanian dan perkebunan. Bagi masyarakat yang membantu harus dibagi hasil pertanian.
Hukum adat yang berlaku Puko Babalah harus meninggalkan kampung seperti mencuri dan perzinahan, Tanga babela hukuman sederhan berupa denda 30 Ringgit, dan Cappa babela paling ringan mengganti perbuatan mencuri kebun ganti sesuai yang dicuri.
Hukum adat yang ada disebut dari dulu tidak pernah berubah, sehingga masyarakat hidup tertib aman dan damai. Dengan hukum ada berlaku anak gadis terjaga kalau. Kalau bersentuhan denda kalau sama-sama mau dinikahkan.
Pun demikian hutan adat terjaga tidak boleh ambil kayunya dan yang ada dalamnya. Hutan tidak bisa diambil termasuk, ikan didalamnya tidak bisa diambil.(HN/Adv/Pc)