Halonusantara.id, Samarinda – Pembangunan infrastruktur jalan di wilayah-wilayah terpencil Kalimantan Timur terus menjadi sorotan, terutama di kawasan hulu Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) yang didominasi oleh rawa-rawa dan daerah bantaran sungai.
Menanggapi kondisi tersebut, Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Firnadi Ikhsan, menyatakan perlunya pendekatan yang lebih adaptif terhadap kondisi geografis ekstrem agar infrastruktur yang dibangun benar-benar fungsional dan tahan lama.
Dalam keterangannya, Firnadi menyoroti jalur poros dari Desa Sebelimbingan, Kecamatan Kota Bangun, yang menjadi akses vital menuju desa-desa lain di hulu Kukar, hingga ke perbatasan Kutai Barat (Kubar). Jalan ini, menurutnya, kerap rusak akibat genangan air dan pasang sungai yang rutin terjadi setiap tahun.
“Wilayah hulu Kukar bukan dataran biasa. Ini kawasan rawa-rawa dan tepi sungai, jadi tak bisa disamakan konstruksinya dengan wilayah lain. Dibutuhkan jalan dengan desain khusus, seperti pondasi pile slab atau struktur layang,” jelas politisi dari Fraksi PKS ini.
Lebih lanjut, Firnadi menjelaskan bahwa pile slab merupakan solusi teknis yang sesuai untuk daerah dengan tanah labil dan risiko banjir tinggi. Dengan struktur tiang pancang, jalan akan lebih tahan terhadap perubahan cuaca dan pasang surut sungai.
“Kalau kita paksakan dengan model timbunan biasa, jalan akan cepat rusak. Setiap musim hujan atau pasang sungai, pasti terendam dan terputus. Ini bukan hanya soal kenyamanan, tapi juga menyangkut keselamatan dan konektivitas antarwilayah,” katanya.
Meskipun metode ini memerlukan anggaran yang cukup besar, Firnadi menyebutnya sebagai investasi jangka panjang yang dapat menekan biaya perbaikan dan menjamin konektivitas antarwilayah.
“Pile slab merupakan sistem konstruksi yang menggunakan tiang pancang sebagai dasar jalan, sangat cocok diterapkan di wilayah dengan kondisi tanah labil atau rawan banjir.”
Ia juga menegaskan bahwa penyelesaian tantangan infrastruktur di kawasan pedalaman tidak bisa hanya dibebankan kepada pemerintah daerah.
“Ini butuh sinergi. Kalau Kukar berjalan sendiri, bisa memakan waktu bertahun-tahun. Maka peran Pemprov dan pemerintah pusat sangat penting, baik dari segi pendanaan maupun perencanaan teknis,” tegasnya.
Firnadi pun mendorong adanya perencanaan yang lebih strategis melalui kolaborasi multipihak, bukan sekadar berbasis penganggaran rutin tahunan.
“Kita harus mulai bicara infrastruktur berbasis karakter wilayah. Tidak semua daerah bisa diperlakukan sama. Jika ingin hasilnya maksimal dan berkelanjutan, maka pendekatannya pun harus ilmiah dan terintegrasi,” tutupnya. (Eby/Adv)

