Halonusantara.id, Samarinda – Demokrasi memang bukan peradaban tua dalam sejarahnya, karena kerajaan dan dinasty masih warisan sejarah yang sah. Tak terbantahkan sudah berbilang abad sebelum masehi.
Sejarah Romawi, Persia adalah kekuasaan kerajaan besar dan Mongolia dalam diktatorisme yang kejam meluruhkan ide negara demokrasi dalam kelanjutan dinasty utara Eropa adalah Andalusia spanyol dan selatan adalah Damskus. Suriah yang terkena bencana saat ini sebelum pindah ke Bagdad Irak.
Demokrasi Amerika baru 300 tahun usia dengan 58,2 persen pengaruhnya. Wajar masih bertaji karena “influence” mereka melingkupi 195 Negara dari 202 bangsa dalam organisasi PBB.
Demokrasi memang sangat dinamis. Termasuk demokrasi omong kosong dalam diktatorisme. Tapi itu dulu yang ingin di-reinkarnasi peristiwanya.
Makanya. Donald Trump tak lama dalam kuasa. Sebab bukan representasi demokrasi abad 21 yang pas. Lebih tepatnya mencoba hidupkan monokrasi dalam diktatorianisme. Itulah sebabnya hanya 1 periode.
Jika ada yang sedang membuat jalan kematian demokrasi. Pada dasarnya sedang menggali kuburnya sendiri seperti ex. Presiden Trump. Memang Tiongkok dan Rusia bukan dalam demokrasi Amerika dan minim pengaruhnya. Tapi roda pemerintahannya banyak diikuti oleh pemimpin demokrasi saat berkuasa di dunia.
Itulah sebabnya ekonomi dalam stagnasi pertumbuhan. Karena memenjarakan rakyat dalam sejahtera ekonomi lebih mudah dan gampang mengendalikannya. Tapi pasti tak lama kuasanya. Karena model non demokratis itu tidak lagi memiliki kompatibilitas saat ini. Atau tidak “kompatible”
Timur tengah meski tak demokratis memang sejahtera dengan SDA. Tapi moderasi mereka mengarah pada tata kelola negara modern untuk industri jasa. Afrika dikekang dengan demokrasi hampa karena kemiskinan massif dalam desain diterbelakangkan.
Adapun mengembalikan sistem dinasty gaya mongol, Tiongkok atau bingkai besar non Demokrasi adalah sistem usang yang tak punya akar kewarisan bangsa yang kuat lagi saat ini. Karena saat ini bukan masa pra sejarah apalagi primitive.
Demokrasi ini memang bukan opsi akhir tapi. Keteraturan dalam 300 tahun telah memberi celah kreasi untuk partisipasi kolektif. Maka, mencipta kematian demokrasi bukan penawaran efektif untuk membuat sejarah kebaikan. (HN/ADV/Eko)