Halonusantara.id, Samarinda — Meningkatnya tekanan pembangunan dan alih fungsi lahan menjadi tantangan besar bagi Kota Samarinda dalam memenuhi target Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007.
Hingga saat ini, capaian RTH publik di ibu kota Kalimantan Timur itu baru mencapai sekitar 10 persen jauh dari target ideal sebesar 20 persen. Hal itu disampaikan oleh Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Perumahan Rakyat (PUPR-PERA) Provinsi Kaltim, Aji Muhammad Fitra Firnanda.
“Dari target 30 persen RTH, sebanyak 20 persen harus berasal dari sektor publik dan 10 persen dari sektor privat. Namun faktanya, seperti di Samarinda, yang publik baru mencapai sekitar 10 persen,” ungkap Firnanda, Rabu (3/7/25).
Ia menilai keterbatasan penguasaan lahan menjadi kendala utama. Banyak ruang kota sudah dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan lain atau dimiliki swasta, sehingga tidak bisa secara langsung dialokasikan sebagai area hijau.
“Untuk bisa membangun RTH publik, kota harus menyiapkan lahan yang bisa ditanami dan dimanfaatkan secara jangka panjang. Ini tidak mudah karena banyak lahan di wilayah kota sudah dimiliki oleh pihak swasta atau digunakan untuk kepentingan lain,” jelasnya.
Merujuk pada regulasi nasional, pemerintah daerah juga memiliki kewajiban administratif berupa surat pernyataan kesanggupan untuk memenuhi 20 persen RTH publik dalam jangka waktu maksimal 20 tahun. Sementara sisanya, sebesar 10 persen, harus berasal dari kontribusi sektor swasta seperti pengembang perumahan, pusat bisnis, hingga perkantoran.
Firnanda mengatakan, dalam konteks ini kolaborasi menjadi jalan tengah yang paling realistis.
“Saat ini kita dorong kolaborasi antara pemerintah dan sektor privat agar pembangunan RTH bisa lebih cepat dan terintegrasi dengan pembangunan kota secara keseluruhan,” ujarnya.
Ia menyebut, Pemerintah Kota Samarinda sejauh ini telah mencoba membuka peluang dengan mencari lahan-lahan yang memungkinkan untuk dikembangkan menjadi RTH. Meskipun progresnya masih terbatas, inisiatif ini dinilai sebagai langkah awal yang penting.
“Selain sebagai paru-paru kota, keberadaan RTH sangat krusial dalam menekan dampak lingkungan akibat urbanisasi, seperti meningkatnya suhu udara, kualitas udara yang memburuk, hingga risiko banjir yang makin sering melanda wilayah perkotaan,” jelasnya.
Pemprov Kaltim pun menyatakan dukungan terhadap langkah-langkah pemkot dalam mempercepat penyediaan RTH, khususnya dengan melibatkan berbagai pihak melalui skema tanggung jawab sosial dan pengembangan berkelanjutan. (Na/Adv/DiskominfoKaltim)

