Halonusantara.id, KUKAR – Lapas Kelas IIA Tenggarong kini menghadapi situasi darurat. Jumlah warga binaan yang jauh melampaui kapasitas membuat kondisi semakin sesak dan memprihatinkan. Data terbaru mencatat, lapas ini dihuni 1.956 orang, padahal daya tampung normal hanya sepertiganya.
Anggota Komisi IV DPRD Kukar, Akhmad Akbar Haka Saputra, menyebut kelebihan kapasitas ini sudah mencapai 363 persen. Menurutnya, kondisi tersebut tidak lagi bisa dianggap wajar, karena berpotensi mengganggu hak dasar warga binaan, terutama kesehatan dan pembinaan.
“Kapasitasnya sudah kelebihan 363 persen. Jadi memang tidak sebanding dengan daya tampung yang ada. Ini harus segera dicarikan solusi, termasuk penambahan fasilitas,” tegas Akbar usai menghadiri penyerahan remisi di Lapas Tenggarong, Minggu (17/8/2025).
Dari jumlah penghuni itu, mayoritas atau sekitar 1.511 orang merupakan warga Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar). Fakta ini menunjukkan bahwa persoalan lapas bukan hanya urusan Kementerian Hukum dan HAM semata, melainkan juga menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
Kondisi penuh sesak di lapas bukan hanya berdampak pada ketersediaan tempat tidur. Menurut Akbar, masalah yang lebih serius justru muncul pada aspek layanan kesehatan, pembinaan, hingga keamanan penghuni lapas.
“Pak Kalapas tadi menyampaikan perlunya tambahan fasilitas, khususnya bantuan klinik. Jadi bukan hanya soal ruang, tapi juga soal pelayanan kesehatan yang harus layak,” ujarnya.
Situasi kelebihan kapasitas lapas sebenarnya bukan hanya terjadi di Tenggarong. Secara nasional, banyak lapas menghadapi masalah serupa. Namun, angka 363 persen di Tenggarong terbilang sangat tinggi, sehingga membutuhkan perhatian khusus dari berbagai pihak.
DPRD Kukar, lanjut Akbar, berkomitmen untuk mendorong adanya solusi jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam waktu dekat, DPRD akan membahas kemungkinan dukungan anggaran tambahan untuk fasilitas kesehatan maupun sarana pembinaan di lapas.
Ia menegaskan bahwa warga binaan tetap memiliki hak dasar yang harus dipenuhi. Over kapasitas tidak boleh menjadi alasan untuk menomorduakan kesehatan, keamanan, dan pembinaan yang layak bagi mereka.
“Mereka yang dibina di dalam juga punya hak untuk hidup sehat dan diperlakukan secara manusiawi. Jangan sampai kelebihan kapasitas mengorbankan hal-hal mendasar ini,” kata politisi PDI Perjuangan itu.
Akbar juga berharap pemerintah daerah bersama instansi terkait dapat duduk bersama untuk merumuskan solusi lebih permanen. Mulai dari kemungkinan penambahan fasilitas, optimalisasi program asimilasi, hingga pembangunan lapas baru jika memungkinkan.
“Kami akan kawal agar masalah ini tidak dibiarkan berlarut. Karena kalau kondisi ini terus dibiarkan, yang rugi bukan hanya warga binaan, tapi juga petugas dan masyarakat secara umum,” tutupnya. (Hf/Adv)

