Halonusantara.id, Samarinda — Kasus dugaan kekerasan terhadap seorang anak di sebuah panti asuhan di Kalimantan Timur (Kaltim) kembali menyorot sorotan publik pada pentingnya penguatan sistem perlindungan anak di lembaga kesejahteraan sosial (LKS).
Dinas Sosial Provinsi Kaltim menilai, kejadian ini mencerminkan krisis pemahaman dan kesiapan sejumlah panti dalam mengelola anak-anak dengan kebutuhan khusus.
Kepala Dinsos Kaltim, Andi Muhammad Ishak, menekankan bahwa insiden yang tengah ditangani pihak kepolisian tersebut harus menjadi momentum untuk mengevaluasi total pola asuh dan tata kelola lembaga sosial di daerah.
Ia menjelaskan, belum bisa disimpulkan apakah terjadi kekerasan, mengingat hasil visum dan penyelidikan masih berlangsung.
“Banyak panti tidak memahami karakteristik anak-anak yang mereka rawat. Apalagi jika anak tersebut memiliki kebutuhan khusus, harus ada pendekatan khusus pula, bukan perlakuan seragam,” ujar Andi, Minggu (29/6/25).
Dinsos menyebut telah melakukan mediasi antara pihak panti dan keluarga korban, namun upaya itu belum menghasilkan kesepakatan karena sebagian memilih melanjutkan melalui jalur hukum.
Meski demikian, kasus ini membuka kembali diskusi soal rendahnya standar layanan sosial di sejumlah LKS, mulai dari aspek pendidikan, kesehatan, hingga perlindungan psikososial.
Menurut Andi, masih banyak panti yang hanya memenuhi kebutuhan dasar seperti makan dan tempat tinggal, tanpa menyentuh aspek pembinaan dan pemenuhan hak anak secara menyeluruh. Ia juga menyoroti lemahnya proses seleksi atau asesmen terhadap anak yang masuk ke panti.
“Banyak anak diterima tanpa penilaian kondisi psikologis atau latar belakang sosialnya. Akibatnya, pengurus tidak siap menghadapi situasi yang kompleks,” jelasnya.
Sebagai bentuk tanggung jawab pembinaan, Dinsos Kaltim telah menyediakan bantuan sosial Rp2 juta per anak per tahun untuk LKS yang memenuhi kriteria administratif. Namun dana tersebut dianggap belum cukup jika tidak diiringi dengan pemahaman utuh soal pengasuhan anak.
Melalui pelatihan rutin dan pertemuan berkala, Dinsos terus mendorong para pengelola panti untuk memahami bahwa tugas mereka bukan sekadar memberikan tempat tinggal, tapi juga menjamin tumbuh kembang anak dalam aspek mental, sosial, dan administratif.
“Kami tanamkan bahwa anak-anak di panti punya hak yang sama dengan anak di luar. Harus ada akses ke pendidikan, layanan kesehatan, bahkan identitas kependudukan yang jelas,” tegas Andi.
Sebagai langkah lanjutan, pemerintah provinsi juga tengah menyiapkan sistem pencatatan terpadu yang mencatat pergerakan anak masuk dan keluar dari panti. Upaya ini bertujuan memperkuat pengawasan dan akuntabilitas lembaga sosial di Kaltim. (Na/Adv/DiskominfoKaltim)

