Halonusantara.id, Samarinda — Persoalan banjir di Kota Samarinda bukan hanya urusan satu instansi. Kompleksitas kewenangan antara pemerintah kota, provinsi, hingga pemerintah pusat menjadi tantangan utama dalam mewujudkan penanganan yang tuntas. Namun, di tengah tantangan tersebut, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) terus mengambil langkah aktif untuk mempercepat solusi.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Perumahan Rakyat (PUPR-PERA) Kaltim, Aji Muhammad Fitra Firnanda, menjelaskan bahwa penanganan banjir tidak bisa dilakukan secara sepihak karena penyebabnya tersebar pada banyak level dari perencanaan kawasan hingga pengelolaan sungai besar.
“Banjir di kawasan perumahan itu biasanya terjadi karena tidak dibangunnya gorong-gorong atau tangkapan air,” jelas Firnanda, Kamis (3/7/25).
Ia menyebut, drainase kota adalah kewenangan Pemerintah Kota Samarinda, sungai besar seperti Mahakam ditangani oleh Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan IV, dan provinsi bertanggung jawab terhadap sungai-sungai sekunder seperti Karangan dan Karang Asam.
Meski begitu, Firnanda menegaskan bahwa Pemprov Kaltim tak menunggu. Sejak 2019, ratusan miliar rupiah telah disalurkan melalui skema Bantuan Keuangan (Bankeu) untuk membantu penanggulangan banjir. Pada tahun ini saja, anggaran sebesar Rp24 miliar dikucurkan khusus untuk kegiatan normalisasi sungai di Samarinda.
“Kami di provinsi tidak berdiam diri. Sejak 2019 sudah ratusan miliar rupiah kami gelontorkan untuk membantu penanganan banjir di Samarinda,” katanya.
Salah satu bentuk kerja nyata dalam koordinasi antarlembaga adalah penandatanganan perjanjian kerja sama antara Pemprov Kaltim, Pemerintah Kota Samarinda, dan BWS Kalimantan IV.
Dalam kesepakatan ini, pembagian peran dilakukan dengan jelas kota bertugas mengurus pembebasan lahan dan aspek sosial, provinsi melakukan normalisasi sungai, dan BWS membangun infrastruktur teknis seperti turap dan tanggul.
Namun, pekerjaan rumah masih banyak. Firnanda mengungkapkan, beberapa titik rawan banjir seperti kawasan Juanda belum bisa ditangani optimal karena terkendala lahan padat penduduk dan resistensi sosial.
Meski demikian, ia mengklaim bahwa dampak program penanganan banjir sudah mulai terlihat. Genangan air yang dulunya berlangsung hingga berhari-hari, kini dapat surut dalam waktu jauh lebih singkat.
“Kalau kita lihat progresnya, sekarang banjir sudah jauh berkurang dari sisi waktu, dulu bisa sampai berhari-hari, sekarang hanya hitungan jam,” ujarnya.
Lebih jauh, Firnanda juga menyoroti pentingnya peran masyarakat. Ia mengingatkan bahwa banjir bukan semata disebabkan oleh curah hujan atau sungai yang meluap, tetapi juga oleh kerusakan lingkungan akibat pembukaan lahan tanpa kontrol dan rendahnya kesadaran terhadap pengelolaan sistem air.
Ke depan, Pemprov Kaltim berkomitmen untuk memperkuat kolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan agar program penanganan banjir dapat berjalan secara komprehensif dan berkelanjutan.
“Kami akan terus berkoordinasi dengan pemerintah kota dan pusat. Ini bukan soal siapa yang bertanggung jawab, tapi bagaimana kita semua bergerak bersama menyelesaikan masalah,” pungkas Firnanda. (Na/Adv/DiskominfoKaltim)

