Halonusantara.id, Samarinda — Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) secara resmi akan menggugat secara hukum pengelola Hotel Royal Suite di Balikpapan, menyusul dugaan kuat terjadinya pelanggaran perjanjian pengelolaan dan penyimpangan fungsi aset milik daerah.
Hotel yang semula dibangun sebagai rumah tamu milik pemerintah daerah dengan anggaran lebih dari Rp 60 miliar, kini dinilai telah menyimpang jauh dari tujuan awal pendiriannya.
Berdasarkan temuan lapangan, sebagian area hotel disebut telah dialihfungsikan menjadi tempat hiburan malam yang tidak sesuai dengan norma dan peruntukan fasilitas publik.
Sekretaris Daerah Kaltim, Sri Wahyuni, mengungkapkan bahwa langkah hukum ini diambil setelah berbagai upaya persuasif yang dilakukan Pemprov tidak membuahkan hasil.
Pihak pengelola, yakni PT Timur Borneo Indonesia (TBI), tidak hanya menunggak kontribusi kepada daerah selama bertahun-tahun, tetapi juga melakukan perubahan fungsi bangunan tanpa izin resmi.
“Pengelolaan aset publik harus mematuhi ketentuan yang telah disepakati. Jika terjadi pelanggaran yang berulang, maka penegakan hukum menjadi opsi terakhir yang harus diambil,” ujarnya di Samarinda, Kamis (22/5/2025).
Pemutusan kontrak dengan PT TBI telah dilakukan secara sepihak oleh Pemprov sebagai bentuk reaksi terhadap dua pelanggaran utama: keterlambatan pembayaran kontribusi yang ditaksir mencapai Rp 3 miliar, dan penggunaan aset di luar ketentuan kerja sama.
Menurut Sri Wahyuni, pemerintah telah mengirimkan surat somasi beberapa kali, namun tanggapan dari pihak pengelola dinilai tidak serius.
“Sudah ada mekanisme musyawarah yang ditempuh, namun tak ada langkah konkret dari pengelola untuk menyelesaikan kewajiban mereka. Maka, demi kepastian hukum dan tanggung jawab publik, kami siapkan proses gugatan di pengadilan,” tegasnya.
Langkah ini dinilai sebagai bagian dari upaya Pemprov untuk menjaga integritas dan akuntabilitas dalam tata kelola aset daerah.
Pemerintah daerah menekankan bahwa fasilitas yang dibangun dengan dana publik harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat, bukan dijadikan alat komersialisasi yang melanggar etika dan aturan hukum.
“Ini bukan sekadar soal kontrak bisnis, tapi soal kepercayaan publik terhadap pemerintah. Jika kita membiarkan penyimpangan seperti ini, maka akan muncul preseden buruk dalam pengelolaan aset negara,” jelas Sri Wahyuni.
Pemprov Kaltim saat ini tengah menyiapkan dokumen gugatan serta bukti-bukti pendukung untuk memperkuat proses hukum yang akan diajukan dalam waktu dekat. (Na/Adv/DiskominfoKaltim)

