Halonusantara.id, Samarinda, Aktifitas ship to ship (STS) di perairan Muara Berau dan Muara Jawa kembali menuai sorotan berbagai pihak. Ketua Umum HMI Cabang Samarinda, Syahril Saili berpendapat bahwa polemik tersebut seharusnya tidak terfokus pada aspek bisnisnya, tapi pada sisi lingkungan dan dampak negatifnya pada nelayan sekitar.
“Melihat polemik antara muara berau dan muara jawa lebih ke soal bisnis, padahal yang seharusnya dikhawatirkan adalah kegiatan tersebut dapat menimbulkan pencemaran lingkungan yang berimbas terhadap hasil tangkapan nelayan”, ujar Syahril, Jum’at (15/3/2024).
Syahril yang juga Mantan Ketua BEM Fakultas Perikanan Universitas Mulawarman tersebut menjelaskan bahwa secara umum aktifitas STS merupakan proses memindahkan muatan dari berbagai jenis barang. Salah satunya adalah aktifitas muat “emas hitam”. Sebagai langkah mitigasi, rontok-nya muatan jenis “emas hitam” saat dipindahkan dari kapal tongkang menggunakan Floating Crane menuju Kapal Vessel dapat menimbulkan pencemaran lingkungan yang tentunya akan merugikan.
“Kegiatan STS ini dapat dibilang aktivitas yang sangat mempengaruhi kondisi lingkungan dan ekosistem diperairan tersebut. Pasalnya banyak hajat hidup masyarakat yang bergantung terhadap perairan atau laut tersebut,” kata Syahril.
“Jangan sampai, kelalaian atas perpindahan tersebut (emas hitam) ini membawa pengaruh negatif yang mengakibatkan rusaknya kualitas dan mutu perairan,” sambungnya.
Untuk di ketahui bahwa batu bara mengandung logam berat, kandungan tersebut bila menginap di perairan bisa berdampak terhadap makhluk hidup di laut. Bicara soal lingkungan, kata dia, pelaksana perusahaan di kawasan tersebut wajib memperhatikan aspek lingkungan, karena bukan hanya biota laut yang terganggu, tapi masyarakat yang menggantungkan ekonominya di laut juga dirugikan,” tuturnya.
Jika melihat penetapan lokasi pelabuhan untuk kegiatan alih muat barang atau STS, diduga dapat menggangu aktifitas nelayan, hal tersebut senada dengan tuntutan nelayan beberapa waktu lalu karena merasa penghasilan mereka menurun.
“Data koordinat lokasi nya ada, dan itu masih masuk kawasan area tangkapan nelayan sehingga sangat mungkin menggangu aktifitas nelayan, buktinya kelompok nelayan pernah melakukan protes terkait hal tersebut, dan juga pernah dibahas serius di DPRD Kaltim, kami harap DPRD kembali turun tangan menyelesaikan persoalan ini” tegasnya.
Sebagai mitigasi agar pencemaran lingkungan tidak terjadi, dalam waktu dekat Syahril beserta jajarannya akan bertandang ke perusahaan dan instansi terkait. Syahril juga memberikan opsi untuk mengalihkan aktifitas alih muat di kawasan Muara Jawa dan Muara Berau ke wilayah baru yang tidak menimbulkan dampak negatif untuk lingkungan dan juga nelayan setempat.(HN/Ics)