Halonusantara.id, Samarinda — Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) terus menyiapkan landasan hukum dan teknis untuk menjalankan program bantuan pendidikan tinggi yang digagas dalam skema Pendidikan Gratispol.
Program ini ditargetkan mulai berjalan pada tahun 2025, dan dirancang untuk memperluas akses pendidikan bagi mahasiswa di berbagai jenjang, khususnya di lingkungan perguruan tinggi dalam daerah.
Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat Setdaprov Kaltim, Dasmiah, mengungkapkan bahwa penyusunan regulasi saat ini telah memasuki tahap finalisasi. Rancangan Peraturan Gubernur (Pergub) terkait program tersebut sedang dalam proses fasilitasi terakhir di Kementerian Dalam Negeri.
“Pengajuan sudah kita lakukan sejak Maret. Sudah beberapa kali direvisi, dan kini tinggal proses akhir. Insyaallah minggu ini Pergub bisa disahkan,” ujarnya saat ditemui, Kamis (12/6/2025).
Program ini bukan sekadar bantuan biaya pendidikan biasa. Pendidikan Gratispol dirancang untuk menjamin pembiayaan penuh bagi mahasiswa aktif di jenjang S1, S2, dan S3.
Fokus utama tetap diarahkan pada mahasiswa S1, mengingat jumlahnya yang paling besar. Alokasi untuk jenjang S2 dan S3 masing-masing direncanakan sebesar 30 persen dan 20 persen.
“Prioritas kami memang mahasiswa S1 karena mereka paling banyak. Tapi ini juga bentuk dukungan terhadap pengembangan SDM lintas jenjang untuk lima tahun ke depan,” ungkapnya.
Salah satu langkah strategis yang diambil Pemprov adalah dengan membatasi pilihan kuliah ke luar daerah. Mahasiswa penerima bantuan hanya diperbolehkan memilih dari 10 perguruan tinggi terbaik nasional.
Hal ini dimaksudkan agar mendorong pertumbuhan kampus-kampus lokal seperti Universitas Mulawarman dan UINSI agar semakin kompetitif dan menjadi daya tarik bagi mahasiswa dari luar Kaltim.
Lebih lanjut, terkait teknis penyaluran bantuan, Pemprov akan langsung mentransfer dana ke rekening perguruan tinggi melalui Bank Kaltimtara.
Proses pengajuan dilakukan oleh kampus, bukan oleh mahasiswa secara perorangan. Mahasiswa hanya diminta melakukan verifikasi ulang melalui sistem daring yang disediakan.
“Pendataan berasal dari kampus, bukan dari mahasiswa. Mereka cukup melakukan registrasi ulang untuk validasi data. Ini untuk menjamin bahwa penerima benar-benar terdaftar dan aktif,” jelasnya.
Mengenai kendala perbedaan antara jadwal akademik dan siklus anggaran, Pemprov menyiapkan mekanisme fleksibel. Mahasiswa dari keluarga tidak mampu dapat menunda pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) sambil menunggu pencairan bantuan.
Sementara bagi mahasiswa yang sudah membayar biaya kuliah terlebih dahulu, Pemerintah Provinsi berkomitmen untuk mengganti seluruh biaya tersebut secara penuh tanpa adanya potongan, sehingga sistem ini berbeda dengan program sebelumnya.
Meski penerapan secara menyeluruh baru akan dimulai pada tahun anggaran 2026, Pemprov ingin memberi sinyal kuat sejak awal. Tahun 2025 menjadi fase awal pelaksanaan meskipun belum semua mahasiswa bisa terakomodasi karena keterbatasan anggaran.
“Target kita, mulai 2026 seluruh mahasiswa aktif dari semester 1 hingga 8 bisa menerima manfaat program ini,” tutup Dasmiah. (Na/Adv/DiskominfoKaltim)

