Halonusantara.id, Samarinda – Sebuah video pendek berdurasi 19 detik menggemparkan warga Samarinda setelah menampilkan momen diduga terjadinya tabrakan antara kapal tongkang dan fender Jembatan Mahakam Ulu (Mahulu). Konten visual tersebut menyebar luas di media sosial dan memunculkan kekhawatiran publik akan keselamatan infrastruktur jembatan penghubung itu.
Belum ada konfirmasi resmi mengenai keaslian rekaman video tersebut. Meski begitu, pihak kepolisian disebut telah menindaklanjuti dengan melakukan pengecekan terhadap kondisi fisik jembatan.
Menanggapi polemik ini, Wakil Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Sapto Setyo Pramono, menyampaikan bahwa pihaknya sudah melakukan koordinasi awal untuk mengklarifikasi kejadian tersebut.
“Waktu video itu viral, kami langsung minta konfirmasi ke KSOP, Pelindo, dan MBS. Informasinya ada CCTV di sekitar lokasi. Itu penting untuk memastikan apakah kejadian itu benar terjadi,” ujar
Ia menyatakan bahwa penyebaran video tanpa kepastian fakta bisa berujung pada konsekuensi hukum jika terbukti menyesatkan.
“Kalau ternyata tidak benar, orang yang mengunggah atau menyebarkan video itu bisa dituntut. Tapi kalau betul-betul ada tabrakan, kami akan panggil pihak terkait,” tegasnya.
Masyarakat pun diimbau untuk lebih berhati-hati dalam membagikan konten yang belum terverifikasi.
“Sampaikan informasi itu secara konkret. Harus jelas, videonya diambil kapan, jam berapa, dan di mana lokasinya. Jangan hanya menyebar video tanpa tahu konteksnya. Arah ponton ke mana, titik kejadiannya di mana, itu harus jelas,” tuturnya.
Jika kejadian itu benar-benar disaksikan langsung oleh warga, Sapto menyarankan agar segera melapor ke pihak berwenang.
“Kalau memang benar terjadi, lapor ke Polairud. Nanti bisa kami tindak lanjuti. Tapi jangan asal membuat gaduh,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa kemajuan teknologi dan penggunaan kecerdasan buatan (AI) bisa menciptakan visualisasi yang sulit dibedakan antara fakta dan manipulasi.
“Teknologi AI ini luar biasa. Kita tidak tahu apakah video itu nyata atau hoaks. Jadi, harus ada proses klarifikasi sebelum membuat kesimpulan,” tandasnya.
Dengan derasnya arus informasi digital, akurasi dan verifikasi data menjadi kunci agar masyarakat tidak terjebak dalam pusaran hoaks yang meresahkan. (Eby/Adv)