Halonusantara.id, Samarinda – Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) di Kalimantan Timur kembali menjadi sorotan setelah maraknya laporan soal praktik titip-menitip siswa ke sekolah favorit. Bagi Komisi IV DPRD Kaltim, fenomena ini bukan lagi isu sepele, tapi sinyal kuat gagalnya sistem seleksi yang adil dan transparan.
Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Damayanti, menyebut praktik tersebut sebagai bentuk nyata ketidakadilan yang menyalahi prinsip pemerataan akses pendidikan. Ia menilai, budaya titip siswa tumbuh subur karena lemahnya pengawasan dan masih adanya celah dalam sistem seleksi saat ini.
“Selama sistem seleksinya tidak tegas dan tidak terbuka, jalur titipan akan terus ada. Ini bukan sekadar favoritisme, tapi persoalan sistemik,” ujarnya.
Menurut politisi PKB ini, ketimpangan mutu antar sekolah—terutama antara sekolah unggulan dan sekolah biasa—memicu kekhawatiran orang tua. Mereka kemudian mencari cara agar anak-anak bisa masuk ke sekolah ‘aman’, meskipun harus melewati jalur tidak resmi.
“Ini bukan hanya soal tingginya minat, tapi juga kegagalan negara menyediakan pendidikan yang merata kualitasnya. Akibatnya, yang punya akses bisa mengatur jalan pintas, sementara yang lain terpinggirkan,” tegas Damayanti.
Dampaknya, kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan negeri menjadi terkikis. Selain menimbulkan ketimpangan, lanjut Damayanti, praktik titip siswa juga membuka peluang terjadinya manipulasi data dan penyalahgunaan wewenang.
Untuk itu, ia mendorong Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kaltim melakukan evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme penerimaan siswa baru. Digitalisasi sistem dan pelibatan audit publik dinilai sebagai langkah penting dalam menciptakan transparansi.
“Penerimaan murid harus bisa diaudit dan dipantau. Sistemnya harus ketat, bukan hanya seremonial. Dan jangan lupa, buka juga kanal pengaduan publik secara aktif saat masa penerimaan berlangsung,” usulnya.
Damayanti menegaskan bahwa perbaikan sistem harus menjadi prioritas utama agar akses pendidikan tidak lagi dipenuhi praktik bayangan yang mencederai keadilan sosial. (Eby/Adv)

