Halonusantara.id, Samarinda – Anggota Komisi II DPRD Kota Samarinda, Sani Bin Husein, mengungkapkan temuan dugaan penyimpangan dalam distribusi minyak goreng bersubsidi Minyak Kita, di mana kemasan botol satu liter ternyata hanya berisi 750-800 mililiter, tidak sesuai dengan standar yang seharusnya.
Bukan hanya itu, harga eceran tertinggi (HET) yang seharusnya dipatok sesuai ketentuan pemerintah justru dijual dengan harga lebih tinggi di pasaran, mencapai Rp20.000 per liter.
“Satu kata saja, ini jahat. Sudah mengurangi takaran, harganya juga lebih tinggi dari yang seharusnya. Ini sangat merugikan masyarakat,” jelasnya.
Sani sapaan akrabnya, mendesak Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) serta Dinas Operasi untuk segera turun ke lapangan dan melakukan pengecekan terkait permasalahan ini.
“Saya meminta mitra saya di Disperindag dan Dinas Operasi untuk segera melakukan pengecekan di lapangan. Benarkah minyak yang seharusnya satu liter hanya berisi 750-800 mililiter? Jika memang terbukti, saya minta semua minyak yang tidak sesuai segera ditarik dari peredaran,” terang Sani.
Dirinya juga meminta agar tiga perusahaan yang diduga melakukan pelanggaran dalam distribusi minyak goreng bersubsidi ini diusut tuntas dan diberikan sanksi tegas. Sebagai langkah lanjutan, Sani mengajak masyarakat untuk turut serta dalam pengawasan dengan melaporkan temuan terkait ketidaksesuaian takaran atau harga minyak goreng bersubsidi di pasaran.
Dugaan pengurangan takaran minyak goreng bersubsidi Minyak Kita bermula dari salah seolah warga yang viral di sosial media dimana ia merekam isi kemasan botol satu liter “minyak kita” hanya berisi 750 mili. Video itu pun viral di sosial media. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman juga memberi atensi dengan melakukan sidak di beberapa tempat. Alhasil, Amran mendapati kemasan minyak kita isi satu liter tidak sesuai alias disunat.
Sejumlah laporan menyebutkan bahwa banyak pedagang yang menjual minyak tersebut dengan harga di atas HET resmi Rp15.700 per liter, bahkan mencapai Rp20.000 per liter, seperti yang ditemukan di Samarinda.
Sani pun menegaskan adanya pengurangan volume minyak dalam kemasan menjadi 750-800 mililiter dinilai sebagai bentuk kecurangan yang merugikan konsumen.
Untuk membuktikan dugaan tersebut, dirinya bahkan membeli tiga kemasan Minyak Kita dengan isi satu liter dari tiga gerai yang berbeda.
Hasilnya, setiap gerai menjual minyak goreng tersebut dengan harga yang bervariasi, yakni Rp19.000 hingga Rp20.000 per liter.
“Kami membeli di tiga tempat berbeda dan menemukan perbedaan harga. Di Toko A dan Toko B dijual seharga Rp19.000, sementara di Toko C harganya Rp20.000,” kata Sani.
Lebih lanjut kata Sani, menilai harga tersebut sangat merugikan masyarakat karena jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah, yakni Rp15.700 per liter.
“Minyak goreng adalah kebutuhan pokok. Jangan sampai masyarakat kecil harus membeli dengan harga tinggi dan mendapat takaran yang tidak sesuai. Ini tidak adil dan harus segera ditindak,” tandasnya. (Eby/Adv)